Total Tayangan Halaman

Jumat, 15 Februari 2013

Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan * Part 9 * Ending



Part 9 ~Welcome Back~
Sedaritadi ruangan ini sudah sesak, banyak perawat yang mondar-mandir. Mama tidak kalah khawatir, meskipun dokter sudah berusaha menenangkannya masih saja kegelisahan membayanginya. Sebentar lagi, aku akan dioperasi dan itu pun membuat aku sedikittttt takut. Takut tidak bisa membuka mata lagi, dan takut tak bisa melihat wajah Bulan ataupun mendengar suaranya. Suara Bulan, aku rindu dia.
Aku mengaktifkan ponselku, muncul puluhan pesan yang membuatku tersenyum. Bulan sungguh mengkhawatirkan aku, terbukti dari rentetan sms nya yang jika bisa dikatakan sangat paranoid.
Dengan sedikit takut aku menekan tombol hijau dan nada sambung terdengar. Aku mencoba menghubungi Bulan untuk yang pertama setelah berminggu-minggu aku menahannya.
“Halo,” terdengar suara lirih dari seberang sana.

Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan * Part 8 *



Part 8 ~Jauh di Mata Dekat di Hati~

Semilir angin pagi menggoyang-goyangkan poni rata milik Bulan, bintik-bintik peluh di keningnya sudah mulai dilapnya dengan punggung telapak tangan. Dia dihukum lari keliling lapangan oleh Bu Meri karena datang terlambat pagi ini.

“Buseeet! Lo udah kayak budak lari dari sarang penyamun aja, Lan!” tegur Nesa saat aku tergopoh-gopoh lari mendekatinya di koridor kelas.

“Sialan! Aku kan cuma telat 5 menit tetep aja lari keliling lapangan, uhh” gerutuku membuat Nesa tertawa terpingkal-pingkal lalu aku meninju pundaknya pelan. Keki juga diketawain Nesa begini.

 “Lima menit itu berharga banget menurut teorinya Bu Meri, ya wajarlah,” ujar Nesa sambil mengibaskan rambut panjangnya. Ehhh? Tumben rambutnya digerai biasanya kan dikuncir. Pasti ada udang di balik bakwan nih.

“Cie, tumben rambutnya ga dikuncir, mau TP sama Dika ya?” godaku membuatnya salting. Rona merah segera menjalar di pipinya.


Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan * Part 7 *



Part 7 ~When You Were Gone~

Aku duduk gelisah sedari tadi di taman ini, ini sudah terlambat 15 menit dari janji awal. Kemana dia pergi? Apakah dia tidak datang?

“Sorry gue telat! There’s a little trouble,” ujar Bintang saat dia berdiri menjulang di hadapanku.

Bintang Dewaputra, cowok yang sekarang berdiri di depanku terlihat gagah dengan balutan celana panjang hitam dan kemeja petak-petak birunya yang digulung mencapai siku. Garis wajahnya menunjukkan dia orang yang tegar dan bertanggung jawab.

“Apa ada masalah yang lebih penting dari urusan kita tentang Bulan ya?” tanyaku seraya bergurau dan mempersilahkan dia duduk di bangku panjang.


Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan * Part 6 *



Part 6 ~The Moon Embraces The Sun~

Ini sudah hampir 3 hari sejak Matahari marah, dia sangat marah saat aku tidak menonton pertandingannya sampai selesai. Jangankan bertanya alasan mengapa aku pergi saat itu, dia bertemu denganku saja tidak mau. Ke-ce-wa!

“Nes, lo beneran ga tau Ari kenapa? Udah hampir 3 hari dia ga masuk sekolah loh, kan ga mungkin cuma gara-gara marah dia bolos gini,” tanyaku penasaran pada Nesa.

“Gue juga ga tau, Lan. Yang gue denger sih dia sakit.”

“Sakit apa? Pas aku dateng ke rumahnya Tante Risa bilang dia lagi pergi sama Dika atau Rangga. Jadi ga mungkin kan dia sedang sakit sekarang?”


Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan * Part 5 *



Part 5 ~Star Love More Than Before~

Tangan Ari masih menggenggam tanganku sepanjang perjalanan dari parkiran menuju kelas. Aku bahagia sekali tapi ya malu bangettttt! Semua mata liatin kami kayak kami ini pendosa berat.

“Ri, mending ga usah gandengan. Maluuu tauuu!” ujarku setengah berbisik.

“Kenapa harus malu? Kamu kan pacar aku,” jawabnya lalu memperat genggamannya.

“Eh, lo ga tau malu banget sih! Kemaren-kemaren dulu sama Matahari, belakangan ini sama Bintang, eh sekarang sama Matahari lagi. Sekali dayuh dua pulau terlampaui ya?” teriak Imelda saat kami melewatinya yang sedang duduk di pinggir koridor.

“Mel, maklum orangnya muka tembok tuh!” sambung Zaskia menyindirku.


Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan * Part 4*



Part 4 ~Run Away~

Sudah hampir seminggu aku menghindar dari Kak Bintang, setiap melihat dia aku pasti bersembunyi atau melarikan diri. Sebenarnya aku takut Ari marah lagi kalau tau aku masih berdekatan dengan Kak Bintang.

Tapi pagi ini, aku sepertinya tidak bisa lagi melarikan diri. Sekarang Kak Bintang ada di depan rumahku, hari ini hari Minggu dan apa keperluan dia datang ke rumahku?

“Hai, Bulan!” sapanya saat aku membuka pagar.

“Kakak ada perlu apa ya?” tanyaku sambil celingak-celinguk  siapa tau Ari melihat. Syukurlah dia tidak ada.


Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan *Part 3*



Part 3 ~Bizarre~
Aku baru duduk sebentar di kelas ketika ku dengar rebut-ribut dari arah luar. Akupun tidak ambil pusing dan hanya duduk di bangku. Lalu Rangga datang dan berkata dengan terbata-bata.
“Ri, lo keluar seka..rang deh! Itu… itu…” katanya ga jelas.
“Apaan sih, ngomong tu pelan-pelan Rang,” kataku sambil mengelus pungunggnya.
“Itu cewek lo, Bulan. Anu…”
“Bulan kenapa?” desakku.
“Dia lagi ditembak Kak Bintang!” katanya lantang dan nyaring seperti telah mengeluarkan sesuatu yang menyumpal ternggorokannya.

Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan *Part 2*



Part 2 ~Breathless~
Aku sudah menunggu Ari sekitar satu jam lebih, namun dia tidak muncul juga. Sudah 3 gelas cappuccino ku habiskan di kafe ini. Kami janjian makan siang bareng hari minggu ini. Aku lelah sekali jadi ku putuskan untuk pulang saja.
Saat sedang menunggu di halte bus aku melihat ada toko musik di seberang jalan. Tanpa pikir panjang aku segera mendatangi toko itu. Ternyata di dalamnya banyak sekali di jual alat musik dan kaset lagu-lagu.
“Wah kok aku baru tau ya ternyata ada toko musik baru buka disini,” gumamku seraya terkagum-kagum.

Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan



Part 1 ~Just be mine~
“Bintang, aku ada satu permintaan. Aku mau kamu nemuin aku sama pangeran charming ku. Aku harap dia adalah orang yang sedang ada di sebelah aku sekarang,” doaku dalam hati seraya menatap bintang jatuh diangkasa.
Aku memanjatkan harapan seperti ini sudah beribu kali namun tetap saja orang yang di sebelahku ini tidak pernah menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya adalah pangeran charming ku itu. Maksudku dia tidak menunjukkan kenyataan bahwa dia menyukaiku!
“Kamu pasti doa sama bintang jatuh lagi kan?” tanya nya kepadaku.
“Iya dong! Soalnya bintang jatuh pasti bakal ngabulin harapan aku,” kataku mantap.
“Kamu berharap apa, kenapa harus setiap malam?” dia menoleh penasaran padaku.
Aku bergumam dalam hati, “berharap kamu menjadi pangeran charming-ku, Ri.”
“Kok ga jawab?”
“Itu rahasia!” tegasku.

Part 8 ~Maaf Atas Yang Terlewatkan~ *End*



Part 8
Sedari peristiwa itu, aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya. Melihatnya pun tak pernah. Dia dimana sekarang?
“Woi, lo kok bengong aja sih Ta?” tanya Bella yang tiba-tiba sudah duduk di sebelahku.
“Hm, kamu habis jalan sama Kak Zacky ya?” ucapku seraya terus menatap lurus ke depan.
“Lo masih mikirin Ramzi ya, Ta. Udahlah lupain aja dia, mungkin aja dia emang sengaja ninggalin lo buat balas dendam,” kata Bella yakin.

Part 7 ~Maaf Atas Yang Terlewatkan~



Part 7

“Kak Dimas beneran ga pengen Esta anter ke Bandara?” tanyaku yang ketiga kali dan Kak Dimas hanya mengangguk.

“Mas, aku bakal rindu kamu. Pasti deh,” isakku.

Hari ini Dimas akan berangkat ke Paris, dua bulan yang lalu dia mengikuti tes beasiswa ilmu teknik di Paris dan dia lulus tes.


Part 6 ~Maaf Atas Yang Terlewatkan~



Part 6

“Dimas, kamu lagi apa di dalam? Aku masuk ya,” aku sudah mengetok-ngetok pintu kamar, tapi Dimas tidak keluar juga.

“Esta, kamu ga boleh masuk kamar kakakmu kalau ga diizinin sayang,” teriak mama dari ruang tamu.

“Iya Ma! Aku cuma pengen ngambil novel aja kok bentar,” sahutku.


Rabu, 13 Februari 2013

Part 5 ~ Maaf Atas Yang Terlewatkan~



Part 5

“Woi! Lo kok bengong pagi-pagi gini, pasti lagi  mikirin gue kan. Kangen ya?” celoteh bella saat dia tiba di kelas pagi ini. Libur semester telah usai dan kami disibukkan kembali dengan kegiatan sekolah.

“Ramziiiiiii! Lo kok diem? Huu” dia merajuk.


Part 4 ~Maaf Atas Yang Terlewatkan~



Part 4

Aku rindu Surabaya, aku rindu ayahku dan aku rindu dia Tuhan. Kenapa aku ada disini dan bukan di Surabaya bersama orang-orang yang aku sayangi? Aku ingin kembali.

“Mas, besok kan udah libur semester lo mau nemenin gue ga pergi ke suatu tempat?” aku bertanya pada Dimas yang sedang bermain game.


Part 3 ~Maaf Atas Yang Terlewatkan~



Part 3

Hari ini cuacanya galau badai banget. Di luar hujan lebat dan aku lupa bawa payung. Sementara teman-teman yang lain sudah pada nekat pulang, aku malah masih betah berdiri di pinggiran perpustakaan ini sambil menunggu hujan reda. Dingin brrrr!
Apalagi dari jendela aku bisa liat Ramzi sedang duduk di perpustakaan sambil membaca novel. Dia terlihat sangat tampan saat seperti ini, aku menahan kaki ini agar tidak masuk ke dalam dan menyapanya.


Part 2 ~Maaf Atas Yang Terlewatkan~



Part 2

“Esta bangun dong! Woi bangun! Lo bisa telat ke sekolah kalo ga bangun sekarang,” kata seseorang sayup-sayup di telingaku.

“Jam.. be..ya..pa seka..yang?” tanyaku dari balik selimut. Mata ini terasa di lem, setelah tiga hari ikut MOS badan ini capeknya beeuuh seperti ditimpa karung besi.


Part 1 ~Maaf Atas Yang Terlewatkan~



Part 1

“Ah, lelah sekali rasanya! Aku ingin pulang! Sekarang jugaaaaa!” gerutu ku dalam hati.
Aku dan teman-temanku sudah berdiri di bawah terik matahari ini selama kurang lebih satu jam, dan hasilnya apa. Para senior-senior itu hanya memandang kami dari bawah pohon. Mereka seakan menjemur cucian di lapangan basket sekolah ini. Mungkin inilah yang namanya MOS versi anak SMA Bhayangkari. Huh!


Prolog ~Maaf Atas Yang Terlewatkan~



Maaf, Atas Yang Terlewatkan

Prolog ~

Bukan maksudku membiarkan dia berlalu begitu saja. Hati ini selalu menjerit memanggil namanya, hanya saja dia yang tak pernah berpaling dan menyambutku. Dia masih tetap dia. Dia masih seperti yang dulu, yang pernah membuat hatiku membeku untuk waktu yang lama. Dia masih seperti yang dulu, dan aku masih seperti yang dulu,  kokoh dan dingin tanpa senyum ketika berhadapan dengannya. Dia bagai batu  karang yang setiap kali ombak datang hanya bisa diam di tempat menantang, namun terus terkikis hingga hilang dan berlalu.