Total Tayangan Halaman

Jumat, 15 Februari 2013

Renkarnasi Matahari, Bintang, dan Bulan *Part 2*



Part 2 ~Breathless~
Aku sudah menunggu Ari sekitar satu jam lebih, namun dia tidak muncul juga. Sudah 3 gelas cappuccino ku habiskan di kafe ini. Kami janjian makan siang bareng hari minggu ini. Aku lelah sekali jadi ku putuskan untuk pulang saja.
Saat sedang menunggu di halte bus aku melihat ada toko musik di seberang jalan. Tanpa pikir panjang aku segera mendatangi toko itu. Ternyata di dalamnya banyak sekali di jual alat musik dan kaset lagu-lagu.
“Wah kok aku baru tau ya ternyata ada toko musik baru buka disini,” gumamku seraya terkagum-kagum.

Aku melihat deretan CD milik Westlife dan saat aku menemukan satu CD album barunya aku berteriak kegirangan dalam hati.
Aku hendak menarik CD itu ketika tangan seseorang juga menariknya dari belakang rak.
“Maaf ini aku duluan yang ambil,” kataku sambil mengintip dari celah rak.
Dia menarik paksa CD itu dan aku menjadi kesal. Segera aku memutari rak dan ingin mendamprat sosok itu. Namun aku jadi bergidik ngeri saat ku lihat siapa sosok itu.
“Kak Bintang!” gumamku.
“Oh ternyata lo, lo mau CD ini ya? Sorry gue duluan yang ambil!” katanya seraya menuju kasir.
Dengan kesal aku menghentak-hentakkan kaki di lantai dan segera keluar dari toko musik itu. Saat hendak menyebrangi jalan, ada motor ninja berwarna hitam yang ingin menyerempetku. Aku bertambah kesal saja, moodku jelek banget hari ini.
“Woi sialan!” umpatku pada pengendara itu. Dia memberhentikan motornya dan aku segera menghampiri dia.
“Kalo naik motor tu hati-hati dong, kamu bisa bawa motor ga sih!” omelku padanya.
Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah cowok itu karena di tutupi oleh helm gelapnya. Lalu setelah beberapa saat hening, dia membuka helmnya. Dan wawwww! Jreng jreng jreng! Dia adalah Kak Bintang. Aku segera menunduk malu dan takut.
“Lo yang jalan harusnya pake mata dong! Jangan motor segede gini mau lo gibas!” bentaknya padaku.
Dia menarik tasku dan menyuruhku duduk dengan paksa di jok belakang motornya.
“Loh kak? Aku mau turun,” dia menahan lenganku dan dia melingkarkan lenganku di pinggangnya.
“Biar gue anter lo pulang, daripada lo mati kelindes mobil di jalan,” katanya sambil menjalankan motor.
Aku merasa risih dengan posisiku sekarang, Kak Bintang tidak melepaskan lenganku di pinggangnya. Tangan kirinya terus menahan lenganku.
“Kak, aku ga perlu pegangan kok,” ungkapku hati-hati.
“Rumah lo dimana?” tanyanya sedikit keras karena deru motor ini sangat berisik.
“Di perumahan sriwijaya blok 3 no 5 kak,” jawabku sambil tetap menarik lenganku agar tidak merangkulnya lebih lama lagi. Kalau merangkul Ari sih aku mau-mau aja, tapi ini bukan Ari. Dan jantungku berdebar keras sekarang.
“Jangan lepasin kalo lo mau selamat sampai tujuan,” tegasnya sambil menambah kecepatan laju motornya secara tiba-tiba hingga membuat aku tersentak kaget. Refleks aku merangkul pinggangnya lebih erat lagi.
**
Tangan Bulan masih merangkul pinggangku ketika kami telah berhenti di depan rumahnya. Aku membiarkannya begitu saja, ada rasa kehangatan menjalar di seluruh tubuhku. Aku bahagia bisa bersama dengan Bulan. Lagi!
“Woi, lo betah banget meluk gue! Awas ketagihan loh!” gurauku membuatnya dengan cepat menarik tangan.
“Ma.. maaf kak.” jawabnya setengah linglung.
Dia sepertinya tidak biasa naik motor dengan kecepatan tinggi. Kasihan dia!
“Makasih ya kak,” katanya lalu berbalik.
Aku melihat jalannya limbung aku punya firasat dia akan roboh sebentar lagi. Dengan sigap aku turun dari motor hendak memapahnya. Tapi saat dia membuka pagar rumah, Matahari muncul dari balik pagar. Bulan yang limbung langsung terkulai ke dekapan Matahari. Sial!
“Kamu kenapa, Lan?” tanya Matahari dengan nada cemas. Dia menatap tajam ke arahku. Aku segera memakai helm kembali dan pergi meninggalkan tempat itu.
“Kamu kenapa sih Lan? Darimana aja?” tanya Ari padaku.
“Kamu yang kenapa dan darimana aja! Aku udah nungguin kamu satu jam lebih di kafe tau!” bentakku padanya saat dia sudah memapahku duduk di sofa.
“Lho? Kamu ga baca sms dari aku ya?”
“Sms apa? Ponselku baterainya habis tadi.”
“Pantes aja, tadi aku udah sms kalau ada latian basket dadakan di sekolah jadi aku tadi ke sekolah. Tapi karena kamu ga bales smsku, aku jadi khawatir lalu balik dan langsung ke rumahmu. Ga taunya kamu malah,” dia berkata sinis seraya membuang muka.
“Kamu kenapa kesal, Ri! Seharusnya aku yang kesal. Kamu udah batalin janji seenaknya dan buat aku menunggu,” sergahku saat dia menunjukkan tampang kesal.
“Hmm, maaf ya. Aku emang salah. Tapi aku ga suka kamu dekat-dekat dengan Bintang.”
“Aku juga ga suka dekat-dekat dengan dia!” teriakku.
Aku merasa jengkel sekarang, Ari ini keterlaluan. Dia pikir aku sengaja berdekatan dengan Kak Bintang. Apa dia ga tau kalau aku hanya suka sama dia?! Sebellll.
“Udahlah, Ri. Aku capek, mending kamu pulang sekarang. Aku juga mau makan dulu,” kataku pelan.
“Jadi kamu belum makan? Ya Ampun maafin aku ya, Bulan. Aku benar-benar minta maaf,” katanya dengan nada dan ekspresi yang menyesal.
Aku jadi ga tega melihatnya, dia ga salah juga sih. Ini karena ponselku yang kurang kerjaan pakai habis baterai lagi. Huuh!
“Yaudah, sampai ketemu nanti malam ya, Ri.”
“Kamu malam ini ke rumahku lagi?” tanyanya tak percaya.
“Emang kenapa? Ga suka ya?”
“Bukan begitu, tapi aku pikir kamu udah berhenti…” dia menutup mulutnya saat ku pelototi.
“Aku kemarin-kemarin sibuk jadi ga bisa main di atap, malam ini aku mau liat bintang lagi,” kataku lugas.
“Untunglah kamu hanya suka liat bintang di angkasa, bukan bintang yang itu,” katanya dengan nafas lega. Aku mengerti maksudnya.
“Hahaha, mana mungkin aku suka liat bintang yang itu!” ungkapku yakin dengan tawa sumbang.
Tapi kalau dipikir-pikir, aku juga suka liat Kak Bintang. Apalagi setelah kejadian tadi, aku merasa jantungku berdebar keras setiap ingat kejadian tadi. Memalukan!
***
“Eh, Bulan datang lagi. Tante kira udah bosen main sama Ari,” kata mamanya Ari. Dia itu baik banget sama aku. Dia udah nganggep aku kayak anaknya, soalnya aku udah sering main kesini sejak kecil.
“Malam tante, iya nih sebenarnya Bulan juga bosen main sama Ari terus, tapi ya Bulan kan ga tega liat Ari jadi galau kalau ga ketemu sama Bulan sehari aja,” candaku yang langsung membuat Ari mencetut.
“Ari emang begitu bulan, kemarin-kemarin aja pas kamu ga main ke  atap dia ngedumel terus tiap malam sampai tante dicuekin,” kata Tante Risa dan membuatku melirik Ari.
Benarkah sebegitunya Ari? Wah, aku seneng banget. Ternyata Ari kangen sama aku karena jarang main ke atap.
“Jangan dipikirin ya omongan mama tadi, dia emang over gitu kalo cerita,” ungkap Ari saat kami sudah berbaring di balkon berbentuk atap.
Kami bisa melihat bintang secara langsung darisini, udara yang dingin dan suasana yang sunyi sebenarnya bikin atap ini terlihat romantis. Apalagi ada Ari disini. Kenapa ya Ari ga pernah menunjukkan tanda-tanda kalau dia menyukai aku?
“Lan, kamu ngelamun ya?” tanya Ari dan aku menoleh ke arahnya.
Wajahku dan wajahnya dekat sekali, aku merasa nafasku tercekat. Debar-debar ini sudah sering aku rasakan sejak dulu, tapi selalu ku tutupi.
Aku mengalihkan pandangan sambil berkata, “Bintangnya indah ya!”
“Iya, aku suka setiap kali kamu ngajakin aku liat bintang. Kamu ingat ga kapan pertama kali kita liat bintang?”
“Waktu balkon ini udah jadi, waktu itu aku ga sengaja berbaring disini dan liat angkasa.”
“Iya, udah hampir 5 tahun kita liat bintang sama-sama.”
“Iya, makasih ya Ri. Karena kamu ga pernah bosen nemenin aku,” kataku lirih.
“Aku ga akan pernah bosen kok asal liatnya berdua sama kamu.”
Wah aku hampir saja melompat kegirangan mendengar itu. Ari malam ini dia romantis banget sama aku! Wah kesambet apaan ni anak.
“Kamu kok jadi gombal gitu, Ri!”
“Aku serius, Lan. Setiap kamu berdoa sama bintang, aku juga berdoa.”
“Ha? Kamu juga berdoa sama bintang? Kamu doa apaan?” tanyaku penasaran sambil menatapnya.
Dia tidak menatapku, dia menatap ke arah langit lalu bergumam, “Agar kita selamanya bersama.”
Aku merasa Ari berbeda malam ini, dia sepertinya dirundung kesedihan.
“Kamu kenapa Ri? Kamu ada masalah ya?”
“Aku takut kehilangan kamu, Lan.”
Apa? Ari tadi bilang apa? Aku pasti salah dengar atau mungkin Ari hanya sekedar membuat lelucon. Aku menenangkan detak jantung ini,mungkin aku akan mati muda bila jantung ini terus berdegup kencang.
“Ri, leluconnya ga lucu loh!” kataku sambil mencubit lengannya.
“Hufttt,” dia menghembuskan nafas berat.
“Aku ga bercanda, kenapa kamu ga pernah bisa bedain sih, Lan. Aku harus bagaimana agar kamu tau aku ini menyayangimu, Bulan!” gerutu Ari dalam hati.
“Wah ada bintang jatuh!” ucapku mengalihkan pembicaraan.
Aku berdoa semoga Bulan bisa bersama denganku selamanya, dan jangan biarkan dia hilang.
Lalu aku menatap Bulan yang masih memejamkan mata, dia sangat serius setiap kali berdoa.

“Aku berdoa semoga Matahari adalah pangeran charming-ku” gumamku dalam hati.
“Ari aku pulang dulu ya, terimakasih ya udah nemenin aku liatin bintang.”
“Jangan pernah lupain masa-masa ini ya,” kata Ari sambil merapikan poniku.
Aku jadi kikuk sekarang, Ari ini bodoh! Ya mana mungkinlah aku lupain masa-masa aku sama dia. Selamanya kamu akan tetap di hatiku, Ri.
****
Aku sedang duduk di pinggir lapangan basket sore ini, aku menunggu Ari latian basket. Setiap dia bermain basket, dia terlihat begitu tampan dan wow charmingnya eeeh!
Tapi setiap kali dia latian basket, aku harus rela berdempet-dempetan dengan beberapa siswi cewek yang heboh banget. Mereka meneriakkan nama Ari dan membuat aku bĂȘte abis!
“Dasar cewek kegatelan,” rutukku dalam hati.
Ari sudah selesai latian basket dan kami akan segera pulang. Tapi aku merasa ingin buang air kecil jadi aku meminta Ari menunggu sebentar.
Setelah dari toilet aku berjalan melewati ruang musik dan aku mendengar seseorang sedang bermain gitar sambil menyanyikan lagu ‘I Have A Dream’ milik Westlife boyband favoriteku.
Aku mengintip dari celah pintu dan melihat Kak Bintang sedang memainkan gitar dan bernyanyi dengan penuh perasaan. Dia terlihat sangat…. keren!
Tanpa sadar aku memperhatikannya dan ikut masuk dalam melodi lagunya, aku berdiri terus sambil menatapnya. Sampai dia mendongkakkan wajah dan balas menatapku.
“Ngapain lo ngintipin gue!” teriaknya dari dalam ruangan.
Aduh aku ketauan, aku segera berjalan terburu-buru darisana karena merasa malu. Tanpa sengaja aku menabrak Kak Syifa yang entah sejak kapan berdiri disana.
“Lo jangan deketin Bintang, dia bukan milik lo!” kata Kak Syifa tegas lalu mendorongku hingga terjatuh ke lantai.
“Siapa hah!” kata Kak Bintang yang entah sejak kapan sudah ada di belakangku.
“Lo jangan ganggu Bulan!” teriaknya sambil membantuku berdiri.
“Ayo kita pergi, Lan.”
Kak Bintang menggenggam tanganku dan membawaku pergi dari depan Kak Syifa. Genggamannya erat sekali sehingga membuat aku tidak bisa melepaskan diri. Dia mengajakku duduk di sebuah taman.
“Maaf ya, Syifa udah nyakitin lo kan tadi,” katanya sambil menutup muka.
Dia merasa bersalah dan meminta maaf atas perbuatan yang bukan dia lakukan tetapi orang lain?
“Kenapa Kak Syifa begitu?” tanyaku hati-hati.
“Ini masalah kami dan ga ada hubungannya sama lo kok.”
“Dia pacar kakak ya?”
“Bukan. Justru gue ga pernah ada niat mau pacaran sama dia.”
“Ohh, begitu.” tanggapan singkat dariku membuat Kak Bintang berdecak.
“Ckckck! Datar banget sih tanggapannya.”
“Heehee,” aku hanya cengegesan di depannya.
Dan aku ingat bahwa Ari masih menungguku. Aku berdiri dan berkata kepada Kak Bintang, “Kak, aku pulang dulu ya. Ari udah nunggu daritadi, bye Kak!”
Bulan berjalan setengah berlari meninggalkanku. Dia akan pergi ke sisi Matahari. Kenapa dia tidak tinggal di sisiku?
“Aku akan mendapatkanmu, Bulan!” hatiku terus berkata demikian.
“Kamu darimana aja sih! Aku sampe kering nungguin kamu, mana tu cewek-cewek pada kegatelan lagi,” kata Ari dengan wajah kesal saat aku menghampirinya di parkiran motor.
“Maaf tadi ada sedikit gangguan.”
“Ayo kita pulang!” lagi-lagi Ari menggandeng tanganku. Lalu dia memakai helm untukku.
Aku sempat melihat Kak Syifa memandangiku dengan sinis dari parkiran mobil saat aku dan Ari sudah melaju.
“Pasti masalah lagi!” aku menepuk kening.
Kak Bintang! Aku mengingat kejadian tadi. Perasaan seakan terlena oleh petikan senar gitarnya dan lantunan suaranya membuat hatiku teduh. Aku kenapa ya? Jangan sampai aku terus kepikiran Kak Bintang. Jangannnnnn!
“Lan, kita mampir di toko musik dulu ya sebentar,” kata Ari membuyarkan lamunanku.
“Ehh.. iya!”
“Kamu ngelamun ya tadi?” tanya Ari saat kami tiba di depan toko musik.
“Nggak kok, hehehe,” jawabku asal.
Aku terpana saat melihat toko musik yang kami datangi adalah toko musik tempat aku bertemu dengan Kak Bintang. Tuh kan kepikiran Kak Bintang lagi! Uhhh, bego!
Ari menggandeng tanganku lalu masuk ke dalam toko, kami menuju deretan CD Westlife.
“Ini album barunya, kamu belum beli kan?” tanya Ari.
“Belum, tapi kok..” aku belum menyelesaikan ucapanku saat dia menarikku ke kasir.
“Aku beliin untuk kamu deh, sebagai ucapan terimakasih karena udah nungguin aku latian basket. Jangan bosen-bosen ya,” katanya sambil tersenyum manis.
Matahari kamu baik banget, aku ga bakal bosen deh nungguin kamu latian basket. Aku malah seneng! Hehehe.
Ari mengantarkan aku pulang dan saat di depan pagar dia mengecup keningku lembut sambil berkata, “Take a rest yah.”
Aku speechless dan dunia terasa berhenti bergerak. Aku hanya bisa mendengar suara Ari dan melihatnya memasuki pagar rumahnya. Dia melambaikan tangan sambil menutup pagar. Dan beberapa detik berikutnya aku terduduk lemas di tanah.
Aku tidak bertenaga lagi untuk bangkit, aku merasa sangat sangat sangat bahagia sampai bernafas pun rasanya berat sekali. Lalu ku lihat ada anjing liar yang memelototiku dengan tatapan lauk yang sedap! Aku segera bangkit dan menutup pagar. Untung tidak jadi kena rabies anjing, kan ga lucu abis dikecup Ari malah kena kecup Anjing.
*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar