Part 4
Aku rindu Surabaya, aku rindu ayahku dan aku rindu dia
Tuhan. Kenapa aku ada disini dan bukan di Surabaya bersama orang-orang yang aku
sayangi? Aku ingin kembali.
“Mas, besok kan udah libur semester lo mau nemenin gue ga
pergi ke suatu tempat?” aku bertanya pada Dimas yang sedang bermain game.
“Mas, aku kangen Surabaya. Kita kesana yuk?” ajakku dan
duduk di sampingnya.
Dia diam sejenak lalu berkata, “Esta, lo mau ke makam
Ayah lo ya?”
“Iya, Mas. Aku merasa rindu sama dia. Lagipula, aku ga
inget apa-apa tentang kejadian di Surabaya dulu jadi kalau aku kesana, siapa
tau aku bakal ingat sesuatu,” lirihku.
“Sini, bersandar aja di bahu gue kalo lo merasa lelah.
Ingatan lo kan ga ilang semua, buktinya lo masih ingat masa kecil lo dan
orang-orang di sekitar lo,” ucap Dimas saat dia mengelus kepalaku di bahunya.
“Tapi kayak ada hal penting yang aku lupain Mas,” aku
bersikeras.
“Iya, lo lupa kalo gue udah berkali-kali bilang sayang ke
lo dan lo lupa kalo lo pernah suka sama cowok yang namanya Agung itu. Agung! lo
ga boleh inget dia, lo hanya buat gue,” aku ingin mengucapkan itu tapi hanya
dalam hati saja.
“Jadi kamu mau kan nemenin aku besok Mas?” desakku
padanya.
“Iya deh, apa sih yang ga buat Esta-ku tersayang,”
jawabnya sambil memegang daguku. Terkadang aku heran juga kenapa Dimas
menunjukkan rasa sayang yang aneh untukku. Tapi aku tidak terlalu memikirkan itu.
*****
Sekarang Estania sedang tertidur pulas di ranjang rumah
lama kami di Surabaya. Dia terlihat lelah karena menempuh perjalanan jauh.
“Ta, bangun! Gue udah masak nasi sama telur tuh di atas
meja, makan dulu ya,” aku mencoba membangunkannya.
Dia tidak bereaksi, dia pasti bermimpi indah sekarang.
Apakah aku ada dalam mimpinya? Esta, maaf ya kakak ini jahat. Kakak ga bisa
ngerelain kamu pergi, kamu hanya milik kakak. Kalau saja Agung tidak ada, pasti
kamu akan menyukai kakak. Iya kan? Kakak senang kamu melupakan semua tentang
dia.
-Flash Back-
“Hai Kak Dimas! Kenalin aku Estania, akan menjadi adikmu
sebentar lagi. Salam kenal ya!” suara seorang gadis kecil mengusik telingaku
saat aku sedang sibuk menenangkan hati.
Sudah sebulan sejak aku patah hati, rasanya sakit sekali.
Sampai aku menjadi seperti akan mati muda saja. Lihatlah tubuhku kurus dan aku
jadi malas mengerjakan apapun. Bagaimana tidak? Gadis yang ku cintai tiba-tiba
saja pergi meninggalkanku tanpa pesan saat hubunganku dengan dia sudah berjalan
lebih dari setahun lamanya.
“Keluar lo dari kamar gue!” aku berteriak kepada gadis
kecil itu tanpa menatap matanya.
“Mas! Kamu aku panggil Mas aja ya, biar keliatan bagus.
Mas Dimas, keren!” dia terus mengoceh sambil mengelilingi kamarku. Aku merasa
terganggu.
“Lo budek ya!” bentakku.
“Mas, aku punya telinga untuk mendengarmu. Dan aku punya
tangan untuk menghapus airmatamu. Serta aku punya hati untuk menyayangimu. Jadi
kurang apalagi coba?” jawabnya membuatku terpana.
Bagaimana bisa gadis sekecil ini berkata seperti itu? Dia
itu bisa menenangkan hatiku dan seperti mengobati lukaku. Ada perasaan lega di
hati ini saat melihat dia tersenyum.
”Darimana lo belajar gombal begitu?” aku berlagak santai
tapi mataku terus menyelidik.
“Mas, Dimas! Kita liat pemandangan dari taman yuk?” dia
mengamit lenganku keluar dari balkon menuju taman.
“Wah liat deh Mas, bintangnya itu tinggi banget ya kadar
keindahannya,” kata Esta sambil mengapai-gapai tangan ke udara.
“Lo lagi ngapain sih!” tanyaku.
“Aku lagi coba untuk menggapai sesuatu yang indah, Mas.
Gapai bintang itu mustahil ya. Setelah kepergian ayah, aku merasa keindahan
bukan milikku lagi. Tapi, mudah-mudahan setelah mama nikah sama papamu, aku
bisa merasakan keindahan lagi. Sebuah perasaan disayangi dan menyayangi yang
lengkap,” celoteh gadis itu seraya merebahkan kepala di pundakku.
Aku berdebar. Seperti rongga hatiku diisi penuh oleh
sejuta bintang di langit. Estania, calon adikku ini membuat aku seperti ingin
hidup lagi. Dia membuatku seperti ingin menyayangi lagi. Tapi ini tidak boleh
terjadi, dia akan menjadi adikku! Aku tidak boleh memiliki perasaan lebih dari
seorang kakak.
“Mas, kamu mau ga jadi keindahan itu untuk aku?” tanya
Estania yang membuat aku terlonjak.
“Maksudnya?” aku mencoba tenang.
“Kamu harus terus sayang sama aku ya, Mas! Janji!” dia
berkata sambil menjulurkan kelingking meminta aku mengamitnya.
“Janji!” aku mengamit kelingkingnya.
Semoga saja perasaan aneh ini hanya perasaan seorang
kakak saja. Aku tidak mau bertindak bodoh.
**
Disaat aku sibuk melamunkan masa indah itu, masa dimana
aku merasakan perasaan aneh ini. Seseorang menyentuh keningku sehingga aku
terkejut.
“Mas, kamu lagi ngapain? Aku kira kamu sakit. Tapi
keningmu ga panas, kamu pasti lagi mikir yang jorok-jorok ya?” goda Esta
kepadaku. Ternyata dia sudah terbangun.
“Dasar lo! Makan sana, gue mau ke taman ya,” aku
mengacak-acak rambutnya sambil berlalu menuju taman.
“Hayo! Kamu kenapa Mas?” tanya Estania saat duduk di
sampingku. Dia sudah selesai makan dan menyusulku ke taman.
“Aku inget saat pertama kali kita ngobrol di taman ini,
Ta. Kamu inget ga?” aku bertanya.
“Aku…” dia mencoba memijit pelipisnya.
“Udah, udah! Kalo lo emang ga inget, jangan dipaksain
ya,” aku mencoba menghiburnya.
“Mas, coba deh certain hal apa aja sih yang kita omongin
disini,” pintanya.
“Ya banyak lah, gue males bilang ama lo!” kataku
bercanda.
“Dimasssss!” dia memukul bahuku dan menyungutkan mukanya.
“Lo bener pengen tau? Bagian apanya? Bagian lo ngomongin
tentang masa kecil lo, bagian lo bilang sayang ke gue, atau bagian gue bilang
sayang ke lo?” aku mencoba menekankan kata sayang saat pengucapan terakhir,
menunggu reaksinya.
“Emang kamu pernah bilang sayang ke aku ya, Mas? Wah
pasti semua cewek pada iri deh sama aku, udah punya Dimas sebagai kakak yang
gantengnya sejagad ditambah sayang banget lagi. Eh, ngomong-ngomong kenapa kamu
belum punya pacar sih, Mas?” tanyanya membuat aku tersenyum lemas.
Di dalam hati aku berkata, “ini karena hanya kamu yang
aku sayangi, Esta.”
“Yee, kok malah diem sih! Udah ah ngantuk nih, yuk kita
tidur Mas. Udah larut,” Esta mengamit lenganku dan menyeretku masuk ke dalam
rumah.
“Selamat tidur Dimas-ku tersayang, mimpi indah ya.
Daaaah” pamitnya sebelum menutup pintu kamar.
Aku berjalan menuju ke kamarku sendiri, rasanya hampir 3
tahun aku tidak pernah datang lagi kesini. Tidak menyentuh semua kenangan yang
ada. Aku membuka laci lemari dan mencari-cari sebuah buku.
“Buku ini, buku diary-mu Esta,” gumamku dalam hati.
Aku membuka lembar demi lembar dan saat lembar terakhir
aku ingin sekali menyobek-nyobeknya, namun aku hanya bisa menatap lembar itu
dengan sangat sedih.
*****
“Aku rindu SMP ini, rindu kenangannya dan rindu dia…
Zacky,” kataku dalam hati.
Sudah lama sekali rasanya sejak saat aku dan Zacky sering
belajar bersama di bawah pohon ini. Aku mengelus-ngelus ukiran nama B & Z
pada batang besar itu.
“Zacky, lo udah ngancurin hati gue, apa yang harus gue
lakuin agar rasa sakit disini hilang?” aku terus bergumam sambil duduk di bawah
pohon.
Aku mengeluarkan ponsel Blackberry ku dari dalam kantong,
segera ku ketik sebuah SMS.
To : Agung Ramzi
Hai, lo lagi apa? Gue
galau banget. Lo bisa hibur gue sebentar ga?
From Bella’s
Aku menunggu balasan dari Ramzi, namun hingga satu jam
kemudian tidak ada balasan. Aku
menyerah. Ya mungkin, Ramzi hanya menyukai Esta seorang. Zacky juga sering
berdekatan dengan Esta, apa mungkin kedua orang ini menyukai Esta?
Aku menghapus bulir airmata dari pipiku, ketika bunyi
beep terdengar dari ponselku. Ada satu pesan masuk. “Ramzi!” ucapku lirih.
From : Agung Ramzi
Lo kenapa! Gila ya!
Aku tersenyum geli. Bisa-bisanya dia begitu. Saat ingin
membalas SMS Ramzi, ada satu pesan masuk lagi. Betapa terkejutnya aku ketika
membacanya.
From : Zacky-ku
Bella-ku, gue rindu
SMP. Tau ga gue dimana? Di bawah pohon tempat kita sering belajar bareng. Tapi,
kayaknya sangking rindu masa-masa itu. Gue jadi ngigo lo ada disini deh.Lucu ya
:’)
Zacky disini? Dimana? Bisa-bisanya dia berbohong!
From : Zacky-ku
Bell, gue tau gue
salah. Seandainya waktu bisa diputar, gue bakal balik lagi di hari gue
berangkat. Gue bakal ngomong lebih jelas lagi ke lo saat itu. Lo inget ga gue
bilang apa? Gue bilang ‘lo ga pernah bisa baca hati gue, karena lo ga bisa baca
hati lo” kalo lo bisa nemuin arti dibalik itu, seharusnya kita bisa bertemu
sekarang Bell. Disini! Di pohon B & Z ini :>
Aku merasa seperti ada yang tidak beres disini, apakah
benar Zacky disini bersamaku? Dia tidak ada dimanapun sejauh mataku
memandangnya. Rasa benciku kepada Zacky bertambah besar saja saat ini.
To : Zacky-ku
Lo gila! Gue ga butuh
lo sekarang! Lo pembohong!
Karena terlalu focus pada ponsel, aku tidak menyadari
bahwa ada seseorang yang melihatku dari balik pohon ini. Seseorang yang sedang
aku rindukan sekaligus benci.
“Gue disini bell, di belakang lo. Tapi, lo ga pernah bisa
lihat kehadiran gue,” gumam Zacky seraya berjalan pergi dari balik pohon tempat
dia bersembunyi tadi.
“Zacky gue benci lo!” teriak Bella keras hingga Zacky
merasa tidak sanggup lagi untuk bertemu Bella.
Bella hanya bisa termenung di bawah pohon sementara Zacky
terus berjalan dengan langkah gontainya sampai dia yakin, kesempatan itu sudah
terlewatkan. Kesempatan dimana dia seharusnya bisa memperbaiki keadaan. Semuanya
terlewatkan!
*****
Pagi ini entah mengapa, aku merasakan rindu Bella dan
tanpa sadar kaki ini membawaku ke depan gerbang SMP Tunas Harapan. Ya, sekarang
aku sedang berlibur ke Bandung. Dan ternyata hatiku pun berlibur ke tempat ini.
“Gue bego kan ya?” aku memukul dadaku sendiri.
Di bawah pohon ini, aku dan Bella sering belajar bersama
dulu. Ya itu hanya dulu, sepotong kenangan indah bersama seorang adik kelas.
Kenapa sekarang aku merasa ada yang lain memenuhi ruang hatiku? Bella, melihat
dia membenciku membuat hatiku sakit seperti tersayat pisau belati. Benarkah aku
menyukainya?
“B & Z” ukiran Bella tampak sudah buram di batang
pohon itu.
Aku terduduk lelah, tidak berapa lama kemudian ku dengar
suara orang sedang mendekat. Aku menengok dari balik pohon, apa aku sudah gila!
Sangking rindunya sampai bisa melihat bayangan Bella disini. Tidak dia nyata,
dia Bella-ku.
Aku melihat semua yang dilakukan bella dan merasa punya
kesempatan untuk memperbaiki semuanya sekarang, namun belum sempat aku
menampakkan diri kenyataan pahit membelengguku.
Aku mendengar Bella lirih menyebut nama Ramzi, dia
menyukai Ramzi kah?
“Kesempatanku sudah terlewatkan, semua berlalu begitu
saja. Aku terjatuh lagi,” gumamku dalam hati.
Aku mengirimkan sebuah SMS untuknya namun tidak ada
balasan, lalu ku kirimkan SMS kedua. Ternyata dia membalas smsku, dengan
perasaan tak menentu aku membacanya.
From : My Isabella
Lo gila! Gue ga butuh
lo sekarang! Lo pembohong!
Aku ingin menangis karena dada ini begitu sesak sampai
bernafas pun tak bisa. Aku berjalan gontai meninggalkan sekolah ini samar-samar
ku dengar Bella meneriakkan bahwa dia membenciku.
“Maaf ya Bella, semuanya berlalu tanpa bisa ku cegah,”
aku tersenyum lelah.
*****
Di lain tempat, Ramzi sedang duduk sambil membaca
novelnya. Dia duduk di sebuah perpustakaan SMP. Ya, SMP nya dulu. SMP Tunas
Harapan!
Setelah selesai membaca dia hendak pulang, namun kaki itu
membawanya menuju sebuah rumah tidak jauh dari sekolah. Rumah lama Estania.
“Lo ga ada disana saat gue menunggu lo seharian, Ta! Lo
udah pergi saat gue nunggu lo nepatin janji,” bisikku lirih seraya memandang ke
rumah itu.
”Mas, ayo kita pergi!” aku mendengar suara dari dalam
rumah itu, seperti suara Esta.
“Iya tunggu,” sahut seseorang, seperti suara laki-laki.
Aku mengintip dari balik pagar, ku lihat Esta sedang
memakai sepatunya. Dia tampak bersemangat sekali, dan tak lama muncul seorang
laki-laki dari dalam rumah.
“Dia siapa?” setauku Esta tidak punya kakak atau adik
laki-laki.
“Ta, lo yakin mau ke sekolahan lo yang dulu?” tanya
laki-laki itu.
“Yakin! Aku masih ingat masa SD tapi aku udah lupa masa
aku SMP disini, Mas!” kata Estania seraya menggandeng tangan laki-laki itu.
“Itu karena lo cuma sekitar sebulan sekolah disini, Ta!
Lo kan pindah setelah kecelakaan itu, ya mungkin aja itu factor dominan lo bisa
lupa,” sahut laki-laki itu yakin.
“Pindah? Iya Estania pindah ke Jakarta karena mengambil
kelas unggulan disana. Tapi kecelakaan? Apa maksudnya?” aku bingung sendiri
mendengar percakapan mereka.
“Udah, ayo kita berangkat sekarang. Siapa tau suasana
pagi ini, bisa bikin ingatanku pulih sedikit. Ya sedikit saja, Mas,” jawab Esta
seraya tersenyum manis.
“Ingatan pulih? Apa Estania mengalami kecelakaan yang
menyebabkan gangguan pada ingatannya?” gumamku. Aku mengikuti mereka dari
belakang, mereka berjalan menuju sekolahanku dulu.
“Mas, kamu ga ikut masuk ke dalam?” tanya Esta dan
laki-laki itu hanya menggeleng.
“Yaudah, tunggu disini ya. Aku ingin mencari serpihan
kenanganku disini,” ucap Esta.
Aku penasaran sekali, sampai tidak sadar aku sudah
berdiri di samping laki-laki itu. Dia tersenyum kepadaku seraya mengeluarkan
ponselnya.
“Hai, lo alumni SMP ini juga ya?” tanya laki-laki itu
padaku.
“Oh, bukan! Cuma seseorang yang gue kenal pernah sekolah
disini,” jawabku asal.
“Lo sendiri?” tanyaku.
“Gue lagi nemenin adik gue, dia alumni sekolah ini.
Sebenarnya sih gue ogah nemenin dia kesini, mendingan gue ajak dia jalan-jalan
kemana gitu yang bisa bikin dia sayang ke gue, huuft” dia berbicara seraya
tersenyum masam. Apakah dia bergurau?
“Lo bilang dia adik lo, tapi kok..” ucapanku terpotong.
“Oh bukan apa-apa,” dia menyahut.
Aku melihat Esta sudah berjalan mendekat, aku segera
beringsut darisana. Namun tidak pergi menjauh, aku berdiri di balik gardu.
“Tadi kamu ngomong ama siapa, Mas?” tanya Esta.
“Oh seseorang yang lewat aja kok,” jawab laki-laki yang
mengaku kakaknya Esta itu.
“Gimana lo bisa inget sesuatu ga?” tanyanya.
“Hm, aku ga bisa ingat apa-apa Mas, tapi tadi pas aku
lewat perpustakaan aku kayak kangen tempat itu. Kayaknya perpustakaan adalah
tempat aku banyak menghabiskan waktu deh,” jawab Esta dengan menghembuskan
nafas berat.
“Yaudah, kalo gitu sekarang kita nge-date yuk? Mau kan?”
tanya kakak itu kepada Esta.
“Boleh, jarang-jarang ni aku bisa nge-date bareng kakakku
tersayang, hehehe” jawab Esta dan kakak itu hanya tersenyum.
Dari senyumannya, aku seperti melihat ada siratan
perasaan yang mendalam. Apakah mungkin dia menyukai Estania? Suka yang bukan
dalam istilah kakak-adik? Aku kesal Esta tidak menyadari bahwa kakaknya itu
memiliki perasaan yang terlarang padanya.
“Gadis itu bodoh sekali!” rutukku dalam hati.
Mereka pergi ke sebuah restoran di depan sekolah, aku
tidak membuntuti mereka lagi sekarang. Ada hal yang harus ku selesaikan
terlebih dahulu, hal penting yang mungkin menyebabkan penderitaanku selama ini.
Kecelakaan Estania!
*****
“Jadi kecelakaan atas nama Estania itu terjadi 3 tahun
yang lalu, Pak?” aku memekik kaget saat mendengar Pak Polisi mengatakan tanggal
dan tempat kejadian kecelakaan itu.
Sekarang aku berada di kantor polisi, Pak Polisi ini
adalah teman akrab papaku. Jadi, aku bisa bertanya tentang kasus kecelakaan
Estania padanya.
“Iya, terimakasih atas informasinya Pak, saya pamit dulu.
Nanti saya sampaikan salam bapak pada papa saya,” pamitku pada Pak Handoko.
Aku berjalan gontai keluar darisana, ternyata Estania
mengalami kecelakaan pada hari itu. Itulah sebabnya dia tidak datang dan tidak
pernah akan datang. Karena dia melupakan janji itu, tepatnya lupa tentang
pertemuan kami.
Kebingunganku ini bertambah memuncak ketika ku dapati
bahwa ada seorang kakak laki-laki Estania. Sejak kapan Estania punya kakak?
Terakhir kali aku membaca biodatanya dia adalah anak tunggal. Apa mungkin itu
kakak tirinya dari pernikahan baru Ibunya?
“Lo hutang penjelasan sama gue, Ta!” bisikku sambil
tersenyum lega. Dia tidak salah.
Aku kembali ke rumah lamaku, hampir satu minggu aku
disini. Di rumah sepi ini hanya ada seorang pembantu dan seorang tukang kebun.
Mereka adalah pegawai lama papaku, ya rumah ini sudah hampir tak pernah
dikunjungi kedua orangtuaku.
Papa sibuk pergi berbisnis ke luar negeri mengurusi
hal-hal yang menurutkan tidak penting itu. Dia hanya pulang satu atau dua kali
dalam sebulan. Sepertinya Paris adalah rumah baru baginya. Sedangkan mama yang
sudah lama sekali aku tidak melihatnya. Terakhir saat aku berusia 10 tahun.
Papa mamaku bercerai saat aku berusia 10 tahun. Sampai sekarang mereka hanya
sekedar meneleponku bila mereka rindu,
itupun tidak sering.
“Den Agung, makanannya sudah siap Den,” teriak Bi Minah
dari luar kamarku.
“Iya, Bi! Agung turun sebentar lagi,” sahutku.
Semua orang terdekatku memanggilku Agung, ya aku tidak
mau teman-teman sekolahku yang tidak penting itu memanggilku Agung.
“Den, aden mbo ya sering-sering atuh kesini, bibi rindu
sekali sama Den Agung,” kata Bi Minah setelah aku selesai makan.
“Iya Bi, maaf. Agung sibuk sekolah Bi,”jawabku.
“Aden jangan terlalu sibuk ya, jaga kesehatan. Nanti
jatuh sakit lagi, aden masih sering merasa sakit ndak?” tanya Bi Minah.
Sejak kecil aku ini mudah sekali sakit. Aku rentan
terhadap dingin dan air hujan. Aku pernah terbaring sakit di rumah sakit selama
1 bulan lamanya hanya karena kehujanan.
Namun sejak menginjak usia 15 tahun, aku tidak pernah
jatuh sakit seperti itu lagi.
“Aden kok malah bengong atuh, yasudah bibi ke dapur dulu
ya Den,” pamit Bi Minah.
“Bi, mama pernah datang kemari ga?” suaruku serak sekali
saat menanyakannya.
“Bibi ga tau pasti kapan, tapi nanti dia akan menemui
aden kok,” kata Bi Minah.
“Iya dan bukan sekarang kan?” gumamku dalm hati.
Aku beranjak dari ruang makan menuju sebuah ruangan
dimana saat kecil, aku mama dan papa masih bercengkramaria disini. Mereka
kemana sekarang? Tidak perdulikah mereka padaku?
*****
#Cinta kadang datang tanpa kita kehendaki dan saat sudah
terlewatkan kesempatan itu tak datang lagi#
by : gustindlest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar