Total Tayangan Halaman

Jumat, 15 Februari 2013

Part 8 ~Maaf Atas Yang Terlewatkan~ *End*



Part 8
Sedari peristiwa itu, aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya. Melihatnya pun tak pernah. Dia dimana sekarang?
“Woi, lo kok bengong aja sih Ta?” tanya Bella yang tiba-tiba sudah duduk di sebelahku.
“Hm, kamu habis jalan sama Kak Zacky ya?” ucapku seraya terus menatap lurus ke depan.
“Lo masih mikirin Ramzi ya, Ta. Udahlah lupain aja dia, mungkin aja dia emang sengaja ninggalin lo buat balas dendam,” kata Bella yakin.

“Dia pasti punya alasan, kamu jangan menjelek-jelekkan dia lagi. Suatu saat aku pasti bertemu dengannya,” sahutku dengan senyuman.
“Terserah lo aja deh, yuk kesana. Sekarang acara coret-coret loh, sayang banget acara kelulusan gini lo lewatin, Ta!” bujuk Bella sambil menarik lenganku.
Hari ini adalah acara kelulusan, itu berarti udah hampir 2 tahun lamanya Ramzi menghilang sejak peristiwa di Surabaya itu.
-FlashBack-
“Agung, bangunnnnn!” aku masih berteriak histeris saat melihat dia terkulai tak berdaya di depan pintu perpustakaan.
Penjaga sekolah segera membopongnya dan kami menuju rumah sakit terdekat. Pihak sekolah telah menghubungi keluarganya, dan ternyata yang datang adalah seorang wanita anggun dan cantik kira-kira berumur 40-an.
“Ibu siapanya Agung, ya?” tanyaku hati-hati.
“Saya mamanya. Adik siapa ya?” ibu itu balik bertanya.
“Oh, aku… itu temannya,” jawabku gugup.
“Adik pulang saja dulu, saya akan menjaganya. Dan nanti saat dia sadar, kamu bisa bicara lagi dengannya,” ucap Ibu itu sambil tersenyum.
“Iya, baiklah!” kataku seraya berjalan ke luar rumah sakit.
Aku segera pulang ke rumah. Saat memasuki pekarangan, ku lihat mama dan papa sudah menungguku.
“Estaaaaaa! Kamu darimana saja? Tiba-tiba hilang dari rumah sakit,” ucap mama seraya memelukku.
“Aku menepati janjiku, Ma. Janji yang sudah lama tertunda,” jawabku lemah.
“Ayo masuk dulu!” perintah papa.
Aku merasa kepala ku sangat pusing dan semua yang ada seperti berputar lalu menjadi gelap.
Saat aku terbangun, aku berada di kamar tidurku. Sudah berapa lama aku pingsan?
Ku lihat ponselku dalam keadaan mati. Segera ku ambil charger dan menunggu agar dapat dinyalakan. Aku turun ke bawah dan makan sesuatu, aku merasa lapar.
“Kamu sudah sadar Esta, syukurlah,” kata mama saat melihatku sedang makan.
“Memangnya berapa lama aku pingsan ma?” tanyaku.
“Dari kemarin malam, Nak. Kamu itu darimana memangnya?” tanya mama padaku.
“Dari Surabaya ma, menemui seseorang,” jawabku.
“Oh iya, tadi pagi ada telepon masuk. Lalu mama angkat kalau ga salah dari Surabaya. Seorang ibu yang bicara, dia bilang akan membawa anaknya ke rumah sakit yang lebih canggih peralatannya. Mama bingung lalu mama hanya menjawab salah sambung,” celoteh mama membuat roti yang ku makan tidak tergigit lagi.
“Mama bilang salah sambung? Itu dari ibunya Agung, Ma. Dia mau bawa Agung semen tara Esta belum bicara apapun sama dia,” ungkapku sambil menangis.
Aku segera naik ke atas, ganti baju lalu mengambil ponsel. Di dalam mobil aku menyalakan ponselku, ternyata ada 1 pesan masuk dari nomornya Ramzi. Aku mengerem mendadak ketika membaca isinya.
From : Ramzi
Esta, maaf ya. Aku harus pergi ikut mamaku. Kamu jaga diri baik-baik ya. Aku akan selalu menyayangmu.
Aku segera memacu mobilku dengan kecepatan gila-gilaan. Sesampainya di rumah sakit yang ku dapati adalah kamar ramzi sudah kosong. Saat bertanya kepada pihak rumah sakit, mereka berkata bahwa data pasien adalah rahasia. Jadi aku sama sekali tidak tahu dimana Ramzi di rawat.
Keesokan harinya, aku menunggu di sekolah. Semoga Ramzi sudah bisa masuk sekolah. Namun betapa terkejutnya aku saat Bella mengatakan bahwa Ramzi sudah pindah sekolah. Semua administrasi telah diurus sejak 2 hari yang lalu. Aku merasa sangat sakit saat itu juga. Dia meninggalkanku, dia membiarkan ku berlalu. Atau aku yang meninggalkannya berlalu?
**
Aku menghempaskan tubuhku ke kasur kamarku. Aku lelah sekali setelah acara kelulusan tadi. Sekarang aku akan menyiapkan barang-barang untuk besok. Besok aku akan berangkat ke Paris. Memenuhi tes wawancara untuk masuk salah satu universitas disana. Dan tentunya untuk bertemu Dimas!
“Tunggu aku ya, Mas!” teriakku dalam hati dan aku segera tertidur.
*****
“Welcome to Paris!” kata Dimas saat menjemputku di bandara.
Dia sudah bertambah gemuk namun wajahnya tetap saja masih setampan yang dulu. Sudah lama sekali rasanya aku tidak bertemu dengan Dimas.
“Mas, kamu jahat!” rajukku.
“Maaf ya atas semuanya. Aku harus berusaha menyusun kepingan hati ini, Ta. Kamu apa kabar selama ini?” tanyanya seraya memelukku dan mengelus kepalaku.
“Aku  rindu kamu,” ucapku lirih.
“Aku juga, ayo kita ke apartemenku!” ajaknya seraya menarik lenganku.
Di dalam mobil, aku memperhatikan Dimas. Dia tampak enggan  bicara padaku.
“Mas, kamu ga suka ya aku nyusul kamu kesini?” tanyaku padanya.
“Ga kok, suka banget malah. Biar aku bisa jahilin kamu lagi,” katanya tanpa nada lucu sedikitpun.
Dimas sedang melakukan apa sekarang. Dia berbeda dari Dimas yang dulu, aku rindu Dimas yang menyayangiku dulu. Tapi aku tidak boleh bertindak gegabah. Semuanya sudah kembali normal. Aku harus menahan perasaan ini.
“Mas, aku mau mampir dulu di kampusku ya,” kataku sambil memandang ke luar jendela.
“Kamu istirahat dulu, besok baru ke kampus. Oke!” katanya tegas.
“Oke!” jawabku.
Sesampainya di apartemen aku terkejut melihat seorang wanita sedang memasak di dapurnya Dimas.
“Oh kenalin ini pacarku, namanya Tara. Dia asli Indonesia juga, kami pacaran udah hampir setahun,” kata Dimas dan membuatku terdiam.
“Pantes aja kamu tambah gemuk, Mas. Ternyata ada yang masakin terus,” jawabku dengan menyunggingkan senyum kikuk.
“Halo, Tara. Senang bertemu denganmu,” sapanya padaku.
Aku merasa ada sedikit perasaan sakit di dadaku, namun segera berganti kelegaan. Aku ikut bahagia bila Dimas bahagia.
“Ayo kita makan dulu!” ajak Dimas.
Setelah makan kami berbincang-bincang. Aku banyak tahu bahwa Tara adalah gadis yang sangat baik dan dia sangat mencintai Dimas. Sepertinya mereka serasi sekali.
Aku masuk ke kamarku, apartemen ini punya dua kamar. Aku segera tertidur ketika bantal empuk menyentuh kepalaku.
*****
“Kamu ga apa-apa pergi sendiri ke kampus?” tanya Dimas padaku.
“Aku udah sebulan disini, Mas. Jadi aku udah hapal jalan-jalannya, tenang aja!” jawabku mantap.
“Yaudah, hati-hati ya. Aku ada kuliah sampe malem, jadi mungkin agak telat pulangnya, nanti Tara bakal kesini kok nemenin kamu,” katanya.
Aku segera berjalan menuju halte bus. Aku biasa naik bus kalau ke kampus. Hari ini adalah hari pertamaku masuk kampus setelah masa OSPEK berakhir. Aku harap bisa mendapatkan teman yang baik.
Masih ada satu jam sebelum mata kuliahku di mulai. Aku berjalan-jalan mengelilingi kampusku. Dan aku terpana melihat seseorang yang sedang duduk di bawah pohon itu. Dia adalah orang yang ku tunggu-tunggu kehadirannya.
Aku ingin menghampirinya namun jam kuliahku akan segera dimulai. Dan aku tidak ingin melewatkan kuliah pertamaku. Aku berbalik dan pergi dengan rasa yang tak menentu. Dia kuliah disini! Aku bisa menemuinya setiap saat.
Setelah kuliah selesai, aku segera mencarinya. Namun di seluruh kampus aku tidak menemukannya. Dia seperti menghilang lagi, aku ingin menangis saat itu juga namun tangan seseorang menyentuh pundakku.
“Agung?” aku mendongkak dan melihat dia berdiri di hadapanku.
Aku memeluknya erat sekali. Tak ingin melewatkan lagi semuanya. Waktu tidak akan mempermainkan kami lagi.
*****
“Jadi waktu itu kamu dipindahkan ke rumah sakit disini?” tanyaku tidak percaya.
“Iya, aku harus menjalani operasi. Dan maaf karena tidak pernah mengabarimu, aku pikir  akan lebih baik jika kamu tidak khawatir. Aku harus terbaring tak berdaya selama 2 bulan di rumah sakit dan memulihkan fisikku hampir setahun lamanya,” katanya menjelaskan padaku.
“Dan juga mama ternyata sudah lama ingin tinggal bersamaku, namun papa terus saja melarangnya. Akhirnya dia nekat menjemputku waktu itu, dan punya alasan yang tepat agar bisa membawaku dan papa menyetujuinya,” sambungnya.
“Jadi, maaf ya untuk 2 tahun belakangan ini,” katanya lirih sambil menggenggam tanganku.
“Aku pikir semua udah berlalu dan kamu lupa sama aku,” kataku lemah.
“Maaf atas yang terlewatkan, Esta! Mulai hari ini semua akan berjalan baik-baik saja. Maaf ya maaf maaf maaf,” ulangnya sampai aku merasa terharu.
“Maaf juga atas yang terlewatkan,” ucapku sambil memeluknya.
*****
Sekarang waktu telah berpihak pada kami. Aku bisa bersama dengan Agung dan Dimas bisa menemukan kebahagiaannya sendiri. Dan Dimas, mungkin di kehidupan selanjutnya aku benar-benar ingin bersamamu. Bukan karena aku tidak mencintai Agung, tapi karena dari awal sebenarnya Dimas lah yang duluan mendapatkan hatiku.
Bella dan Zacky pun sekarang berbahagia, mereka sering memamerkan foto mesranya lewat BBM padaku. Aku seperti ingin mual saja. Mereka itu berlebihan sekali. Aku bahagia atas apa yang terjadi, karena semuanya indah pada waktunya.
Dear Diary,
Agung terimakasih telah hadir di hidupku dan Dimas semoga nanti kita memiliki takdir yang lain. Aku menyayangi kalian semuanya :’)
Love, Estania.

--------------------------------------------------------END------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar