Part 8
Sedari
peristiwa itu, aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya. Melihatnya pun tak
pernah. Dia dimana sekarang?
“Woi,
lo kok bengong aja sih Ta?” tanya Bella yang tiba-tiba sudah duduk di
sebelahku.
“Hm,
kamu habis jalan sama Kak Zacky ya?” ucapku seraya terus menatap lurus ke
depan.
“Lo
masih mikirin Ramzi ya, Ta. Udahlah lupain aja dia, mungkin aja dia emang
sengaja ninggalin lo buat balas dendam,” kata Bella yakin.
“Dia pasti punya alasan, kamu jangan menjelek-jelekkan dia lagi. Suatu saat aku pasti bertemu dengannya,” sahutku dengan senyuman.
“Terserah
lo aja deh, yuk kesana. Sekarang acara coret-coret loh, sayang banget acara
kelulusan gini lo lewatin, Ta!” bujuk Bella sambil menarik lenganku.
Hari
ini adalah acara kelulusan, itu berarti udah hampir 2 tahun lamanya Ramzi
menghilang sejak peristiwa di Surabaya itu.
-FlashBack-
“Agung,
bangunnnnn!” aku masih berteriak histeris saat melihat dia terkulai tak berdaya
di depan pintu perpustakaan.
Penjaga
sekolah segera membopongnya dan kami menuju rumah sakit terdekat. Pihak sekolah
telah menghubungi keluarganya, dan ternyata yang datang adalah seorang wanita
anggun dan cantik kira-kira berumur 40-an.
“Ibu
siapanya Agung, ya?” tanyaku hati-hati.
“Saya
mamanya. Adik siapa ya?” ibu itu balik bertanya.
“Oh,
aku… itu temannya,” jawabku gugup.
“Adik
pulang saja dulu, saya akan menjaganya. Dan nanti saat dia sadar, kamu bisa
bicara lagi dengannya,” ucap Ibu itu sambil tersenyum.
“Iya,
baiklah!” kataku seraya berjalan ke luar rumah sakit.
Aku
segera pulang ke rumah. Saat memasuki pekarangan, ku lihat mama dan papa sudah
menungguku.
“Estaaaaaa!
Kamu darimana saja? Tiba-tiba hilang dari rumah sakit,” ucap mama seraya
memelukku.
“Aku
menepati janjiku, Ma. Janji yang sudah lama tertunda,” jawabku lemah.
“Ayo
masuk dulu!” perintah papa.
Aku
merasa kepala ku sangat pusing dan semua yang ada seperti berputar lalu menjadi
gelap.
Saat
aku terbangun, aku berada di kamar tidurku. Sudah berapa lama aku pingsan?
Ku
lihat ponselku dalam keadaan mati. Segera ku ambil charger dan menunggu agar dapat
dinyalakan. Aku turun ke bawah dan makan sesuatu, aku merasa lapar.
“Kamu
sudah sadar Esta, syukurlah,” kata mama saat melihatku sedang makan.
“Memangnya
berapa lama aku pingsan ma?” tanyaku.
“Dari
kemarin malam, Nak. Kamu itu darimana memangnya?” tanya mama padaku.
“Dari
Surabaya ma, menemui seseorang,” jawabku.
“Oh
iya, tadi pagi ada telepon masuk. Lalu mama angkat kalau ga salah dari
Surabaya. Seorang ibu yang bicara, dia bilang akan membawa anaknya ke rumah
sakit yang lebih canggih peralatannya. Mama bingung lalu mama hanya menjawab
salah sambung,” celoteh mama membuat roti yang ku makan tidak tergigit lagi.
“Mama
bilang salah sambung? Itu dari ibunya Agung, Ma. Dia mau bawa Agung semen tara
Esta belum bicara apapun sama dia,” ungkapku sambil menangis.
Aku
segera naik ke atas, ganti baju lalu mengambil ponsel. Di dalam mobil aku
menyalakan ponselku, ternyata ada 1 pesan masuk dari nomornya Ramzi. Aku
mengerem mendadak ketika membaca isinya.
From : Ramzi
Esta, maaf ya. Aku harus pergi ikut
mamaku. Kamu jaga diri baik-baik ya. Aku akan selalu menyayangmu.
Aku
segera memacu mobilku dengan kecepatan gila-gilaan. Sesampainya di rumah sakit
yang ku dapati adalah kamar ramzi sudah kosong. Saat bertanya kepada pihak
rumah sakit, mereka berkata bahwa data pasien adalah rahasia. Jadi aku sama
sekali tidak tahu dimana Ramzi di rawat.
Keesokan
harinya, aku menunggu di sekolah. Semoga Ramzi sudah bisa masuk sekolah. Namun
betapa terkejutnya aku saat Bella mengatakan bahwa Ramzi sudah pindah sekolah.
Semua administrasi telah diurus sejak 2 hari yang lalu. Aku merasa sangat sakit
saat itu juga. Dia meninggalkanku, dia membiarkan ku berlalu. Atau aku yang
meninggalkannya berlalu?
**
Aku
menghempaskan tubuhku ke kasur kamarku. Aku lelah sekali setelah acara
kelulusan tadi. Sekarang aku akan menyiapkan barang-barang untuk besok. Besok
aku akan berangkat ke Paris. Memenuhi tes wawancara untuk masuk salah satu
universitas disana. Dan tentunya untuk bertemu Dimas!
“Tunggu
aku ya, Mas!” teriakku dalam hati dan aku segera tertidur.
*****
“Welcome
to Paris!” kata Dimas saat menjemputku di bandara.
Dia
sudah bertambah gemuk namun wajahnya tetap saja masih setampan yang dulu. Sudah
lama sekali rasanya aku tidak bertemu dengan Dimas.
“Mas,
kamu jahat!” rajukku.
“Maaf
ya atas semuanya. Aku harus berusaha menyusun kepingan hati ini, Ta. Kamu apa
kabar selama ini?” tanyanya seraya memelukku dan mengelus kepalaku.
“Aku rindu kamu,” ucapku lirih.
“Aku
juga, ayo kita ke apartemenku!” ajaknya seraya menarik lenganku.
Di
dalam mobil, aku memperhatikan Dimas. Dia tampak enggan bicara padaku.
“Mas,
kamu ga suka ya aku nyusul kamu kesini?” tanyaku padanya.
“Ga
kok, suka banget malah. Biar aku bisa jahilin kamu lagi,” katanya tanpa nada
lucu sedikitpun.
Dimas
sedang melakukan apa sekarang. Dia berbeda dari Dimas yang dulu, aku rindu
Dimas yang menyayangiku dulu. Tapi aku tidak boleh bertindak gegabah. Semuanya
sudah kembali normal. Aku harus menahan perasaan ini.
“Mas,
aku mau mampir dulu di kampusku ya,” kataku sambil memandang ke luar jendela.
“Kamu
istirahat dulu, besok baru ke kampus. Oke!” katanya tegas.
“Oke!”
jawabku.
Sesampainya
di apartemen aku terkejut melihat seorang wanita sedang memasak di dapurnya Dimas.
“Oh
kenalin ini pacarku, namanya Tara. Dia asli Indonesia juga, kami pacaran udah
hampir setahun,” kata Dimas dan membuatku terdiam.
“Pantes
aja kamu tambah gemuk, Mas. Ternyata ada yang masakin terus,” jawabku dengan
menyunggingkan senyum kikuk.
“Halo,
Tara. Senang bertemu denganmu,” sapanya padaku.
Aku
merasa ada sedikit perasaan sakit di dadaku, namun segera berganti kelegaan.
Aku ikut bahagia bila Dimas bahagia.
“Ayo
kita makan dulu!” ajak Dimas.
Setelah
makan kami berbincang-bincang. Aku banyak tahu bahwa Tara adalah gadis yang
sangat baik dan dia sangat mencintai Dimas. Sepertinya mereka serasi sekali.
Aku
masuk ke kamarku, apartemen ini punya dua kamar. Aku segera tertidur ketika
bantal empuk menyentuh kepalaku.
*****
“Kamu
ga apa-apa pergi sendiri ke kampus?” tanya Dimas padaku.
“Aku
udah sebulan disini, Mas. Jadi aku udah hapal jalan-jalannya, tenang aja!”
jawabku mantap.
“Yaudah,
hati-hati ya. Aku ada kuliah sampe malem, jadi mungkin agak telat pulangnya,
nanti Tara bakal kesini kok nemenin kamu,” katanya.
Aku
segera berjalan menuju halte bus. Aku biasa naik bus kalau ke kampus. Hari ini
adalah hari pertamaku masuk kampus setelah masa OSPEK berakhir. Aku harap bisa
mendapatkan teman yang baik.
Masih
ada satu jam sebelum mata kuliahku di mulai. Aku berjalan-jalan mengelilingi
kampusku. Dan aku terpana melihat seseorang yang sedang duduk di bawah pohon
itu. Dia adalah orang yang ku tunggu-tunggu kehadirannya.
Aku
ingin menghampirinya namun jam kuliahku akan segera dimulai. Dan aku tidak
ingin melewatkan kuliah pertamaku. Aku berbalik dan pergi dengan rasa yang tak
menentu. Dia kuliah disini! Aku bisa menemuinya setiap saat.
Setelah
kuliah selesai, aku segera mencarinya. Namun di seluruh kampus aku tidak
menemukannya. Dia seperti menghilang lagi, aku ingin menangis saat itu juga
namun tangan seseorang menyentuh pundakku.
“Agung?”
aku mendongkak dan melihat dia berdiri di hadapanku.
Aku
memeluknya erat sekali. Tak ingin melewatkan lagi semuanya. Waktu tidak akan
mempermainkan kami lagi.
*****
“Jadi
waktu itu kamu dipindahkan ke rumah sakit disini?” tanyaku tidak percaya.
“Iya,
aku harus menjalani operasi. Dan maaf karena tidak pernah mengabarimu, aku
pikir akan lebih baik jika kamu tidak
khawatir. Aku harus terbaring tak berdaya selama 2 bulan di rumah sakit dan
memulihkan fisikku hampir setahun lamanya,” katanya menjelaskan padaku.
“Dan
juga mama ternyata sudah lama ingin tinggal bersamaku, namun papa terus saja
melarangnya. Akhirnya dia nekat menjemputku waktu itu, dan punya alasan yang
tepat agar bisa membawaku dan papa menyetujuinya,” sambungnya.
“Jadi,
maaf ya untuk 2 tahun belakangan ini,” katanya lirih sambil menggenggam
tanganku.
“Aku
pikir semua udah berlalu dan kamu lupa sama aku,” kataku lemah.
“Maaf
atas yang terlewatkan, Esta! Mulai hari ini semua akan berjalan baik-baik saja.
Maaf ya maaf maaf maaf,” ulangnya sampai aku merasa terharu.
“Maaf
juga atas yang terlewatkan,” ucapku sambil memeluknya.
*****
Sekarang
waktu telah berpihak pada kami. Aku bisa bersama dengan Agung dan Dimas bisa
menemukan kebahagiaannya sendiri. Dan Dimas, mungkin di kehidupan selanjutnya
aku benar-benar ingin bersamamu. Bukan karena aku tidak mencintai Agung, tapi
karena dari awal sebenarnya Dimas lah yang duluan mendapatkan hatiku.
Bella
dan Zacky pun sekarang berbahagia, mereka sering memamerkan foto mesranya lewat
BBM padaku. Aku seperti ingin mual saja. Mereka itu berlebihan sekali. Aku
bahagia atas apa yang terjadi, karena semuanya indah pada waktunya.
Dear Diary,
Agung terimakasih telah hadir di hidupku
dan Dimas semoga nanti kita memiliki takdir yang lain. Aku menyayangi kalian
semuanya :’)
Love, Estania.
--------------------------------------------------------END------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar