Part 5
“Woi! Lo kok bengong pagi-pagi gini, pasti lagi mikirin gue kan. Kangen ya?” celoteh bella
saat dia tiba di kelas pagi ini. Libur semester telah usai dan kami disibukkan
kembali dengan kegiatan sekolah.
“Ramziiiiiii! Lo kok diem? Huu” dia merajuk.
Aku menunggu kedatangan Estania pagi ini, banyak hal yang harus ku tanyakan dan yang harus dia ceritakan. Semoga apa yang terlewatkan dapat diperbaiki lagi.
“Hai semua,” sapa Esta saat memasuki kelas 5 menit
sebelum bel masuk berbunyi.
“Hai, Zi! Gimana liburan kamu? Wah pasti seru ya,” dia
tersenyum menyapaku.
“Ta, gue..” aku tidak jadi melanjutkan kalimatku karena
bel masuk telah berbunyi.
“Apaan Zi?” tanyanya di sela keributan kelas.
“Gapapa, ntar aja deh,” jawabku singkat sambil tersenyum
padanya.
“Anak-anak pagi ini kita akan mulai pelajaran dengan
topic ‘Hal apa yang paling menakjubkan dalam hidupmu’ ayoo buat karangannya dan
ceritakan di depan kelas,” kata Bu Ratna guru Bahasa Indonesia kami.
Aku melirik Esta, dia tampak berpikir keras. Dia telah
banyak kehilangan kenangan, kasihan.
*****
“Ayo sekarang Isabella Mutiara maju ceritakan punyamu,”
pinta Bu Guru.
Aku mendengarkan dengan seksama cerita Bella, dia
tersenyum pada Ramzi sebelum memulai ceritanya.
Ternyata dia bercerita tentang masa SMP nya masa dimana
dia paling bahagia bersama seseorang yang ia sayangi dan diakhiri dengan sebuah
pancaran kekecewaan di akhir kalimat dia mengatakan “Asal dia bahagia sekarang,
aku bisa merelakan semua itu berlalu.”
“Bagus sekali punyamu, Isabella. Beri tepuk tangan,
sekarang giliran Agung Ramzi,” pinta Bu Guru dan ku lihat Ramzi menghembuskan
nafas berat.
“Saya tidak punya sebuah kenangan yang menakjubkan yang
dapat dibagi, namun saya punya sepotong peristiwa yang ingin saya bagi,” Ramzi
membuka ceritanya dengan sekilas senyuman manis yang ditujukan kepadaku. Aku
rindu senyum itu!
“Ketika saya masih bisa dikatakan labil, saya bertemu
dengan seorang gadis kecil yang membuat hati saya tenang. Dia berkata
‘Pertemuan pertama menentukan nasib perpisahan’ dan sampai sekarang aku masih
menunggu kapan perpisahan itu akan terjadi sehingga saya tau bagaimana akhir
nasib kami, saya masih menunggu dia,” Ramzi mengakhiri ceritanya dengan sekilas
senyuman lagi yang ditujukan kepadaku. Apa mungkin itu untukku? Ah mungkin itu
hanya khayalanku saja.
“Wah menyentuh sekali sepotong kalimat itu Ramzi, beri
tepuk tangan untuk dia!” kata Bu Guru.
Sampai pelajaran berakhir aku tidak bisa berkonsentrasi
karena memikirkan kalimat Ramzi tadi, sepertinya aku pernah mendengar kalimat
itu. Tapi dimana dan kapan?
*****
“Hai Estania, gue kangen berat ni ama lo!” sapa Zacky pada
Esta saat dia memasuki kelas ku.
Aku memperhatikan cara dia berbicara dan cara dia
bertukarpandang dengan Estania, aku merasakan tidak ada sesuatu yang special
disana tapi kenapa Zacky sering menemui Esta? Apa dia hanya ingin membuatku
cemburu!
Aku menutup wajahku dengan telapak tangan sampai ku rasa
ada seseorang yang menghampiriku. Saat membuka mata, ku lihat Ramzi berdiri di
hadapanku.
“Bel, lo mau nemenin gue ke kantin ga? Gue bosen!” kata
Ramzi sambil menarik lenganku.
Dia menyeretku pergi dari kelas. Aku dapat merasakan
tangan Ramzi dingin sekali, dia pasti sangat kesal dengan Zacky sekarang.
Kasihan Ramzi, dia tidak bisa mendekati Estania. Aku tahu dia menyukai Esta.
Haruskah aku membantunya?
“Zi, lo cemburu ya?” tanyaku padanya saat kami sudah
duduk di tepi lapangan basket.
“Maksud lo?” dia bertanya tanpa memandangku.
“Gue tau lo suka sama Estania, gue juga tau cerita tadi
buat Esta. Tapi kenapa Esta tidak pernah sadar?” aku mencoba mengorek
informasi.
“Dia ga tau apa-apa, Bel! Brengsek!” dia mengumpat kesal.
“Kok bisa? Lo boleh cerita ke gue kok apa yang bikin hati
lo sesak kayak sekarang,” hiburku.
“Lo ga ngerti Bel, karena gue juga ga ngerti apa-apa.
Sama kayak dia, semua rumit,” jawabnya asal.
“Dia suka sama oranglain ya?” tanyaku hati-hati.
“Siapa?” dia balik bertanya.
“Esta, dia suka orang lain ya, jadi lo ga berani
ngungkapin perasaan lo,” sahutku menebak-nebak.
“Bukan! Tapi orang yang suka sama dia. Dan itu bikin gue
kalah!” bisiknya geram.
“Kenapa?” aku masih tidak memahami apapun.
“Karena semua udah lewat, semua udah jadi kenangan.
Itupun hanya buat gue, bukan buat dia! Gue kalah Bel,” dia tersenyum masam.
Aku tidak mengerti, apa mungkin karena Zacky? Ramzi
merasa kalah dengan dia? Aku menepuk bahunya untuk menenangkan hatinya yang
sekarang pasti sakit sekali.
*****
“Bel, lo mau nemenin gue ke kantin ga? Gue bosen!” kata
Ramzi pada Bella.
Jangan Bel, jangan pergi. Aku datang ke kelas ini, hanya
ingin memandangmu saja. Tapi kalo kamu ga ada, untuk apa aku kesini.
“Kak Zacky kenapa?” tanya Esta padaku.
“Ha? Ga apa-apa kok, Ta! Hehe,” sahutku ngelantur.
“Kak, aku boleh Tanya sesuatu ga?” kata Esta dengan wajah
serius.
“Boleh tanya apa?” aku duduk di depan bangkunya.
“Kakak dan Bella saling kenal kan? Kalian ada hubungan
kan?” tanyanya yang membuatku terdiam. Kenapa Esta bertanya seperti ini?
“Iya kenal lah, kan kakak yang MOS-in kalian waktu itu,”
jawabku mantap.
“”Bohong! Esta tau kok kak, setiap kakak datang kesini,
kakak hanya melirik Bella terus. Kalo Bella ga ada, kakak langsung pergi aja,”
kata Estania sambil mencoret-coret kertasnya.
“Emang jelas banget ya keliatannya?” tanyaku.
“Iya dong kak, tapi kayaknya si Bella ga sadar itu,”
ucapannya membuatku lesu.
“Gue sih fine-fine aja asal dia bahagia, Ta. Gue udah
seneng liat dia dari jauh,” jawabku.
“Kakak, ngomong aja langsung sama bella kalau ada sesuatu
yang harus disampaikan,” katanya.
“Ga bakal bisa, semua udah lewat. Udah berlalu dang a
mungkin diperbaiki lagi,” sahutku.
“Kakak coba aja dulu,” bujuk Esta pada ku.
Bisakah? Aku belum punya keberanian untuk mencobanya.
Kesempatan itu masih adakah?
*****
#Because love, you can’t find reason for your beloved to
do something else#
by : gustindlest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar